Pilar Advokasi
  • Beranda
  • Box Redaksi
  • Kontak
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Box Redaksi
  • Kontak
  • Tentang Kami
No Result
View All Result
Pilar Advokasi
No Result
View All Result

Kemandirian Hakim dalam Membuat Putusan

Redaksi by Redaksi
Februari 29, 2024
in Opini
0
Kemandirian Hakim dalam Membuat Putusan

Heboh dan viral tentang “Diskon” Putusan Perkara Terdakwa Fredy Sambo yang dalam kasasinya Mahkamah Agung mengabulkan Kasasi terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo, menjadi hukuman pidana penjara seumur hidup terhadap mantan kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri padahal sebelumnya Pengadilan tingkat pertama menjatuhkan kepada Terdakwa Fredy Sambo dengan menjatuhi putusan Hukuman mati dan selanjutnya dikuatkan oleh Pengadilan Tingkat Banding

Kendati Keputusan tersebut diputus dalam sidang tertutup dengan Suhadi selaku ketua majelis; Suharto selaku anggota majelis 1, Jupriyadi selaku anggota majelis 2, Desnayeti selaku anggota majelis 3, dan Yohanes Priyana selaku anggota majelis 4. terdapat dua pendapat berbeda atau dissenting opinion (DO) dari total lima majelis. Kedua anggota majelis itu, berbeda pendapat dengan putusan majelis yang lain. Jupriyadi dan Desnayeti berpendapat, Ferdy Sambo tetap divonis hukuman mati.

Dalam Putusan Hakim Mahkamah agung pada amar putusannya menyebutkan “ Menolak Permohonan Kasasi dari Penasihat hukum dan Jaksa Penuntut umum dengan perbaikan kualifikasi tindak pidana dengan Pidana penjara seumur hidup,” tulis putusan kasasi yang dikutip dalam situs resmi MA.

Di sini yang menarik bagi penulis, bukan tentang bagaimana terjadi perbedaan pendapat ( dissenting opinion ) dari dua orang anggota majelis, akan tetapi tentang sikap penolakan Mahkamah Agung terhadap Memori Kasasi Penasihat Hukum dan Jaksa Penuntut Umum. Ketertarikan penulis adalah perubahan putusan tersebut dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup bagi terdakwa Fredy Sambo sebagai pemohon Kasasi, kendati terjadi penolakan permohonan kasasi Terdakwa maupun Jaksa Penuntut umum, hal yang tidak lazim adalah sikap Hakim Agung merubah penjatuhan hukuman yang lebih ringan dari putusan Tingkat Pertama maupun banding.

Kasus Fredy Sambo merupakan high profile karena Terpidana adalah seorang figure maka putusan ini menjadi perdebatan dikalangan praktisi dan akademisi, putusan ini menuai pro dan kontra, dalam debat terbuka, Prof. Gayus Lumbun menyebutkan “hakim punya kebebasan, hakim mempunyai pandangan lebih luas lagi, dan kalau motif tidak jelas maka terikat azas dalam membuat keputusan Hakim akan mengambil putusan yang menguntungkan terdakwa”. Beda dengan pendapat Prof. Jamin ginting yang menyebutkan “bahwa motif bukan merupakan suatu “unsur” dalam pasal, jadi pasal itu tidak pernah dimunculkan dalam pasal, jadi setiap perbuatan pidana yang sudah memenuhi unsur maka perbuatan itu dapat di pidana”

Sebenarnya, Fenomena putusan seperti diatas sudah berlangsung lama, berdasarkan pengalaman penulis sebagai praktisi hukum (lawyer), pola putusan tersebut sudah terjadi sebelum putusan Fredy sambo, berdasarkan data dari penulis, pola putusan ini sering terjadi dalam perkara Narkotika, akan tetapi karena Fredy sambo adalah perkara yang sedang viral, maka banyak para pengamat mulai memperdebatkan putusan ini, baik secara konseptual, akademis maupun hukum acara formil dalam mengambil putusan.

Berdasarkan pengalaman dan data penulis, dalam perkara-perkara Narkotika memang tercatat Mahkamah Agung akhir-akhir ini selalu membuat amar putusan yang menolak permohonan Kasasi dari Terdakwa (Penasihat Hukum) maupun Jaksa Penuntut Umum, akan tetapi pada amarnya selalu adanya perbaikan terhadap putusan ditingkat pengadilan tingkat pertama maupun banding sepanjang penjatuhan hukuman yang tentunya hukuman tersebut selalu lebih ringan, padahal apabila adanya perbedaan putusan seharusnya Hakim Agung memberikan pendapat dalam pertimbangan hukumannya, kenapa penjatuhan hukuman tersebut harus lebih ringan daripada yang sebelumnya.

Menurut penulis, dalam perkara narkotika tampaknya MA mulai ‘gerah’ atas banyaknya putusan-putusan normative dalam menafsirkan unsur pasal kepemilikan (111 ayat (1), 112 (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang memakai ancaman hukuman minimal, dimana pada tingkat kasasi putusan tersebut selalu dianulir oleh Hakim MA dengan amar “memperbaiki” Penjatuhan Hukuman yang nota bene dibawah 4 tahun, padahal penjatuhan hukuman di bawah 4 Tahun hanya ada pada pasal 127 ayat (1) UU Narkotika akan tetapi pada amar mengadili diatasnya selalu disebutkan “menolak Permohonan Kasasi Terdakwa maupun Jaksa Penuntu Umum”

Kemandirian dan Keyakinan Hakim dalam membuat Putusan
Berdasarkan uraian diatas, yang menarik adalah adanya putusan yang dikategorikan “Putusan yang Mandiri” oleh Hakim Agung dalam membuat suatu putusan, dimana putusan yang mandiri tersebut di nilai sebagai putusan yang “berpihak”
Padahal bahwa kemandirian hakim menjadi perisai penting dalam memutuskan perkara secara adil. Yang perlu dipahami kemandirian hakim itu bukan previlege, dia bukan keistimewaan, tetapi tanggung jawab seorang hakim memberikan keadilan terutama dalam kasus-kasus dalam pekara narkotika dimana dapal penerapan Putusan Judex Factie tingkat pertama dan Banding sudah tidak sesuai dengan ruh ketentuan-ketentuan tersebut. Memang benar bahwa Terdakwa memiliki narkotika pada saat ditangkap, namun MA menilai bahwa kepemilikan tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk dikonsumsi sendiri, dengan demikian seharusnya pasal yang didakwakan adalah pasal 127 UU 35/2009.

Tugas hakim dalam memeriksa suatu perkara dengan selalu berpedoman pada rujukan peraturan perundangan serta Kode etik profesi dan ditambah pula dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk selalu menyalami perasaan hukum rasa keadilan masyarakat, diharapkan menjadi Hakim yang ideal. Yakni ”seorang Hakim yang tidak hanya menjadi corong Undang-undang”, tetapi yang jauh lebih penting selaku corong hukum dan keadilan yang bermanfaat bagi masyarakat, dapat berwujud dan tidak hanya diangan-angankan belaka. Persyaratan mutlak atau conditio sine qua non dalam sebuah negara yang berdasarkan hukum adalah pengadilan yang mandiri, netral (tidak berpihak), kompeten dan berwibawa yang mampu menegakkan wibawa hukum, pengayoman hukum, kepastian hukum dan keadilan.

Kemandirian hakim tertuang sebagaimana pasal 3 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan, “bahwa dalam rangka mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka, maka diwajibkan kepada hakim untuk selalu menjaga kemandirian peradilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya”. Berdasarkan penjelasan pasal 3 ayat (1) tersebut, yang dimaksud dengan kemandirian hakim adalah bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan baik fisik maupun phisikis.

Keyakinan hakim dalam teori pembuktian biasa disebut dengan conviction intime. Dalam teori pembuktian berdasar keyakinan hakim harus diperjemahkan dengan alasan yang logis (laconviction raisonnee) selanjutnya dijelaskan bahwa putusan hakim berdasarkan pada keyakinan sampai pada batas tertentu yang didukung argumentasi juridis yang jelas (laconviction raisonnee). Menurut teori ini hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi, putusan hakim dijatukan dengan suatu motifasi. Sistim atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebutkan alasan-alasan keyakinannya (frejebewijstheorie).

Sehingga dalam keyakinan hakim ada beberapa macam seperti hanya didasarkan atas konklusi keyakinan hakim itu sendiri dan ada konklusi yang didasarkan atas pada ketentuan undang-undang. Berdasarkan kemandirian dan keyakinan hakim tersebut maka dapat dipahami bahwa peran hakim secara umum yaitu menegakkan kebenaran dan keadilan. Dimana seorang hakim dapat menegakkan kebenaran dan keadilan dengan yaitu dengan cara:

1. Harus mampu menafsir Undang-undang secara aktual
Agar hukum yang diterapkan dilenturkan sesuai dengan kebutuhan perkembangan kondisi, waktu dan tempat, maka hukum yang diterapkan itu sesuai dengan kepentingan umum dan kemasalahatan masyarakat masa kini, namun demikian pada setiap kegiatan peran hakim menafsir dan menentukan undang-undang mesti tetap beranjak dari landasan cita-cita umum (common basic idie) yang terdapat dalam falsafah bangsa dan tujuan peraturan undang-undang yang bersangkutan.
2. Harus berani berperan menciptakan hukum baru atau sebagai pembentuk hukum
Hal ini dapat diwujudkan hakim dengan jalan menyelami kesadaran kehidupan masyarakat dan dari pengalaman tersebut hakim berusaha menemukan dasar-dasar atau asas-asas hukum baru, akan tetapi dalam hal inipun harus tetap beranjak dari common basic idie falsafah bangsa dan tujuan peraturan undang-undang yang bersangkutan.
3. Harus berani melakukan membuat terobosan hukum
Dalam hal ini hakim harus berani menyingkirkan ketentuan pasal undang-undang tertentu, dilakukan setelah hakim menguji dan mengkaji bahwa ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan ketertiban, kepentingan dan kemasalahatan umum, maka dalam keadaan seperti ini kesampingkan pasal tersebut dan berbarengan dengan boleh mencipta hukum baru atau mempertahankan yurisprudensi yang sudah bersifat stare decesis.
4. Harus mampu berperan mengadili secara kasuistik
Pada prinsipnya setiap kasus mengandung perbedaan, maka dalam kenyataan tidak ada perkara yang persis mirip, oleh karena itu hakim harus mampu berperan mengadili perkara berdasarkan kasus yang ada.

Berdasarkan uraian diatas penulis melihat bahwa hakim memiliki kebebasan untuk mengadili dan memeriksa yang diadili dan bisa saja dalam membuat pertimbangan putusan hukum Hakim Agung tidak dilarang untuk tidak selalu berpedoman sebagaimana pasal 253 ayat (1)Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana dalam melakukan pemeriksaan tingkat kasasi. Nah pabila terjadi disparitas putusan harus dilihat tentang sikap dan kewenangan masing-masing Hakim yang bersifat independen dan mandiri

Disparitas putusan hakim dikarenakan adanya kebebasan yang dimiliki karena Undang-undang yang mengatur kewenangannya dan disparitas putusan tidak terlepas dari diskresi hakim untuk menjatuhkan hukuman dalam perkara pidana, sebenarnya Disparitas berkenaan dengan penjatuhan pidana dalam perkara yang sama tanpa alasan yang jelas akan berakibat fatal bagi penegakan hokum akan tetapi Hakim juga akan melihat tentang kemanfaatan, kepastian hokum serta keadilan dalam membuat putusan

Harris Nixcon Tambunan, SH, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Labuhanbatu

Loading

Source: Nadia
Previous Post

Muhammad Alfin Dkk Tangani 7 Perkara Prodeo di PN Rantauprapat

Next Post

Warga Aek Kanopan Disidangkan PN Rantauprapat, PH Keberatan dan Ajukan Eksepsi

Redaksi

Redaksi

Related Posts

Pemilihan BEM dan DPM FH UISU Tidak Demokratis, Kepentingan Mahasiswa Atau Birokrasi?
Opini

Pemilihan BEM dan DPM FH UISU Tidak Demokratis, Kepentingan Mahasiswa Atau Birokrasi?

Juni 15, 2025
0
Budaya Korupsi dan Gagalnya Sistem Pendidikan Indonesia
Opini

Budaya Korupsi dan Gagalnya Sistem Pendidikan Indonesia

Mei 1, 2025
0
Keberadaan Budaya Indonesia Hanya Sebagai Slogan
Opini

Keberadaan Budaya Indonesia Hanya Sebagai Slogan

Februari 1, 2025
0
Indonesia Emas 2045 dan Belenggu Kapitalisme
Opini

Indonesia Emas 2045 dan Belenggu Kapitalisme

Desember 12, 2024
0
Opini

Pilkada Kabupaten Samosir Memakan Korban Jiwa

Desember 1, 2024
0
Mengantisipasi Tindakan Kecurangan di Pilkada Tahun 2024, Mulai dari Intimidasi Hingga Vote Buying.
Opini

Mengantisipasi Tindakan Kecurangan di Pilkada Tahun 2024, Mulai dari Intimidasi Hingga Vote Buying.

Oktober 5, 2024
0
Next Post
Warga Aek Kanopan Disidangkan PN Rantauprapat, PH Keberatan dan Ajukan Eksepsi

Warga Aek Kanopan Disidangkan PN Rantauprapat, PH Keberatan dan Ajukan Eksepsi

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Follow Us

  • Beranda
  • Box Redaksi
  • Kontak
  • Tentang Kami

©Copyright 2025, All Rights Reserved | Pilaradvokasi.com

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Box Redaksi
  • Kontak
  • Tentang Kami

©Copyright 2025, All Rights Reserved | Pilaradvokasi.com